Jabatan Suami Dicopot, Pidana Menanti Istri-Istri TNI Nyinyir di Medsos


Jabatan Suami Dicopot, Pidana Menanti Istri-Istri TNI Nyinyir di Medsos


BANDAR DOMINO- Mata Irma Zulkifli Nasution terlihat sembab dan berkaca-kaca. Dia tak kuasa menahan air mata kala harus menyalami satu per satu kolega-koleganya di jajaran Kodim 1417 Kendari. Meski sedih, Irma berusaha tetap tegar dan menebar senyum ke tamu yang hadir di Aula Sudirman Korem 143 Haluoleo Kendari, Sabtu 12 Oktober 2019.

Hari itu, bisa jadi menjadi momen tak terlupakan bagi Irma. Istri Kolonel Hendi Suhendi (HS) ini harus menerima kenyataan jabatan sang suami sebagai Komandan Distrik Militer (Dandim) 1417 Kendari, dicopot mendadak. Kolonel Hendi dilengserkan karena postingan negatif Irma di media sosial terkait penusukan Menko Polhukam Wiranto.

AGEN DOMIN - Irma dan kolonel hdi Suhendi tidak sendiri, Sejumlah rekannya di TNI juga mengalami hal yang sama. Mereka adalah anggota Sarpom AU Lanud Muljono Surabaya Peltu YNS, Sersan Dua Z yang bertugas di Detasmen Kalvin Berkuda Bandung.

Terakhir adalah seorang bintara di Detasemen Kavaleri Berkuda Komando Pendidikan dan Latihan TNI AD Sersan Dua J. Nasib mereka semua sama, dicopot dari jabatan dan ditahan selama 14 hari karena posting-an istri masing-masing di media sosial terkait penusukan Wiranto.

BANDAR CEME- Pemerhati intelijen dan militer Connie Rahakundini menilai tindakan tegas TNI terhadap anggotanya adalah hal yang tepat.

"Bagus itu, seharusnya memang begitu. Saya heran kenapa ini kok pada ramai dan dibilang lebay," ujarnya kepada.

Connie menyatakan, tentara itu adalah manusia yang disempurnakan. Ketika seseorang sudah memutuskan untuk menjadi tentara (TNI), maka dia terikat semuanya, mulai pelatihan, pendidikan dan sumpah militer. Termasuk juga dengan urusan pernikahan dan berkeluarga.

"Tentara enggak bisa seperti kita warga sipil, main lamar, main kawin saja. Tapi ada mekanismenya. Harus dicek semua lahir batinnya, aturan yang main adalah aturan militer," katanya.

AGEN DOMIN- Sebagai manusia yang disempurnakan, kata Connie, tentara mempunyai nilai lebih di kalangan masyarakat. Tentara mempunyai pengaruh kuat dan menjadi contoh dalam aktifitas di masyarakat. Terlebih jika tentara tersebut mempunyai jabatan tertentu di institusinya.

"Kasus istri Kodim Kendari misalnya, dengan jabatan itu pastinya banyak Persit di bawahnya yang dia bimbing dan terpengaruh dengan ucapannya," jelasnya.

Connie menilai apa yang dilakukan TNI tersebut sudah selaras dengan komitmen Panglima TNI untuk menegakkan disiplin di jajaran institusinya. "Ini pula yang coba diaplikasikan KSAD Pak Andika Perkasa. Ini harus diapresiasi," ujarnya.

BANDAR CEME- Dia menegaskan sebagai institusi militer, TNI mempunyai aturan hukum sendiri, yakni hukum militer. "Kita yang sipil jangan berkomentar yang sebenarnya kita tidak tau. Saling menghormati aja," ungkapnya.

Connie tak menampik kemungkinan adanya paparan radikalisme di keluarga TNI dengan munculnya kasus ini. Menhan Ryamizard Ryacudu jauh hari sudah menyebutkan 3 persen dari anggota TNI terpapar radikalisme.

"Menhan sudah bilang itu, 3 persen anggota TNI terpapar radikalisme. Itu artinya ada 12 ribu TNI. Kalau sama istrinya jumlahnya bisa 24 ribu. Itu belum lagi keluarganya yang lain, pasti jumlahnya lebih besar lagi," katanya.

AGEN CEME- Itu sebabnya, tindakan tegas TNI di kasus ini akan sangat menentukan. Sikap tegas diyakini akan memberikan efek jera bagi anggota agar lebih hati-hati dalam bertindak, termasuk juga dengan keluarga anggota TNI tersebut.

"Efek jera bagi siapa pun keluarga untuk tidak mudah meng-upload hoaks di media sosial. Kasus istri Kodim itu sudah jelas jelas menyebarkan hoaks," tegasnya.

Agar kasus ini tidak terulang, Connie menyarankan sistem rekrutmen dan pendidikan anggota TNI lebih diawasi lagi. Jangan sampai ada posisi kosong itu diisi oleh anggota yang terpapar radikalisme. "Jika sampai itu terjadi akan parah akibatnya," ungkapnya.

Sikap berbeda disampaikan Ismail Hasani dari Setara Institute. Menurutnya, mencopot jabatan TNI karena unggahan sang istri di media sosial adalah tindakan yang berlebihan. Menurutnya, itu adalah bagian perbedaan pandangan dari dari membaca sebuah peristiwa.

Kalau pun perbuatan istri tentara tersebut adalah tindak pidana, maka sebaiknya dimintai pertanggungjawaban secara individual, karena di dalam hukum pidana dikenal dengan individual responsibility. Artinya siapa berbuat dia yang bertanggungjawab.

"Ini istri yang berbuat suami yang bertanggungjawab. Itu kan tidak fair," jelasnya, Senin (14/10/2019).

BANDAR POKER -Dia menyatakan, ekspresi istri anggota TNI yang dituangkan dalam media sosial tidak bisa serta merta diartikan sebagai bentuk  radikalisme, karena bisa saja itu hanya pandangan seseorang yang tidak sependapat dengan Wiranto.

"Atau menilai tindak tanduk Pak Wiranto selama ini kurang memenuhi rasa keadilan sehingga ketika beliau mengalami musibah orang jadi nyinyir gitu. Dan itu sesuatu yang menurut saya tidak bisa dianggap sebagai ekspresi radikalisme," tambahnya.

Ismail memahami ada perbedaan konteks hukum dalam kasus ini. Dalam hukum disiplin militer TNI, apa yang dilakukan pada istri anggota tersebut merupakan bagian dari pelanggaran disiplin yang patut mendapatkan sanksi.

AGEN POKER- "Itu karena dalam praktik hukum disiplin militer, anggota TNI dan istrinya terikat aturan instansinya. Istri TNI menjadi bagian yang tak terpisahkan," pungkas Ismail Hasani.


Comments